Profil

Kalurahan Pleret

Kalurahan Pleret atau Kalurahan Pleret adalah salah satu Kalurahan di wilayah Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul yang terdiri dari 11 Pedukuhan dan 79 RT. Pleret, merupakan pusat Kerajaan Mataram masa Amangkurat I (1646-1677) yang terletak +12 km ke arah tenggara dari kota Yogyakarta.

Kawasan Pleret merupakan kawasan yang memiliki kaitan erat dengan sejarah perkembangan Mataram Islam di Indonesia. Kawasan ini pernah digunakan menjadi ibukota pemerintahan setelah berpindah dari Keraton Mataram Kerta. Sisa-sisa kejayaan Kerajaan Mataram Islam di kawasan ini masih sedikit terkuak mengingat baru sedikit sekali puing-puing ditemukan. Salah satunya adalah Situs Kedaton yang merupakan salah satu peninggalan sejarah Kraton Pleret (Mataram Islam). Situs Kedaton Pleret terletak di Dusun Kedaton, Kalurahan Pleret, Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul. Situs Kedaton ini berupa bagian benteng keliling keraton (cepuri) bagian selatan. Pleret memiliki keraton seluas 3 hektar, dua masjid, dan alun-alun yang memiliki pohon beringin, yang setidaknya masih ada pada tahun 1989. Sementara bangunan-bangunan lainyna masih harus diidentifikasi.

Kraton Pleret bermula dari sebuah wahyu. Syahdan, Raja Amangkurat I yang merupakan anak dari Raja Sultan Agung (keturunan keempat Raja Mataram islam) itu mendapat titah dari leluhur agar memindahkan pusat ibukota kerajaan dari Kotagede ke wilayah selatan. Tepatnya kini di Dusun Kedaton, Kalurahan Pleret, Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul.

Menurut wahyu yang diturunkan, Pleret merupakan lokasi yang tepat untuk ibukota kerajaan. Ada dua sungai yang mengapit wilayah ini, yaitu sungai Opak dan Gajah Wong. Sungai dianggap baik untuk pertahanan kerajaan dari serangan musuh. Lalu ada pasar tua di wilayah ini, tempat warga biasa berinteraksi. Pasar itu sampai detik ini masih lestari di Pleret.

Selain itu, struktur tanah di Pleret konon memiliki kualitas paling baik untuk membuat batu bata, yang dipakai sebagai bahan bangunan istana. Pembangunan lalu dimulai pada 1647, tak lama setelah Amangkurat I naik takhta pada 1645. Istana ini disangga batu bata. Ada sumur tepat di bagian depan istana yang biasa digunakan untuk menjamas atau mencuci barang pusaka. Benteng batu bata berdiri mengelilingi kompleks istana seluas kurang lebih 2.000 meter persegi itu. Benteng ini dikelilingi saluran air.


https://www.starjogja.com/2017/10/03/kraton-pleret-sejarah-kraton-yang-terlupakan/