POTENSI

BAHASA, SASTRA DAN AKSARA

Cerita Rakyat Yang Berkembang Dalam Kehidupan Masyarakat

Ratu Malang

Di Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat sebuah bukit kecil. Warga sekitar menyebut bukit itu dengan nama Gunung Kelir. Di atas Gunung Kelir terdapat sebuah kompleks pemakaman dengan 28 nisan. Salah satu nisan di sana merupakan makam seorang ratu yang sangat disegani di Kerajaan Mataram Islam. Dia bernama Ratu Mas Malang.

Melansir dari Kemendikbud.go.id, Ratu Mas Malang merupakan istri dari Amangkurat I. Sebelumnya dia adalah istri dari Dalang Panjang Mas, seorang dalang yang hidup sejak masa Panembahan Sedo Krapyak. Walau sudah bersuami, Amangkurat I terpikat dengan kecantikan Ratu Mas Malang dan meminta sang dalang untuk menyerahkan istrinya padanya.

Permintaan itu ditolak oleh Dalang Panjang Mas. Karena menolak permintaan raja, dia dibunuh dan jasadnya dimakamkan di Gunung Kelir. Dari sinilah kisah cinta Amangkurat I dengan Ratu Mas Malang dimulai:

Melansir dari kanal Historia.id, pertemuan pertama antara Amangkurat I dengan Ratu Malang terjadi saat ang raja mengeluarkan titah mencari perempuan untuk diperistri. Amangkurat I kemudian diperkenalkan dengan putri Ki Wayah, seorang dalang terkemuka. 

Karena parasnya yang cantik, hati raja langsung terpikat. Ia pun langsung menyiapkan segala keperluan untuk mempersunting perempuan itu. Namun sayang saat keperluan disiapkan, terungkaplah kalau perempuan itu sudah menikah dengan Ki Dalang Panjang Mas yang juga berprofesi sebagai seorang dalang.

Namun hal itu tidak menghalangi Amangkurat I merebut Ratu Malang dan membawanya ke istana. Demi menghindari masalah yang tidak diinginkan, ia mengeluarkan perintah untuk membunuh Ki Dalang Panjang Mas.

Sejak menjadi istri Amangkurat I, Ratu Malang mendapat gelar “Ratu Wetan”. Namun ratu baru ini disebut-sebut merusak rumah tangga kerajaan. Dalam buku “Runtuhnya Istana Mataram”, peneliti De Graaf menuliskan perhatiannya lebih banyak teralihkan ke Ratu Malang.

Namun begitu mengetahui suaminya yang dulu, Ki Dalang Panjang Mas dibunuh oleh Amangkurat, Ratu Malang menangis siang malam. Ia pun jatuh sakit dan meninggal tak lama kemudian. Namun Amangkurat melihat ada kejanggalan dalam kematian itu karena sebelum kematiannya, Ratu Malang mengeluarkan banyak cairan dalam tubuhnya seperti gejala keracunan.

Karena peristiwa ini, Amangkurat I yang marah menyeret dayang-dayang dan pelayan istana. Bahkan ia tega mengurung istri-istrinya yang lain tanpa makan di dalam kamar sampai mereka mati semua. 

Duka Mendalam Sang Raja 

Jenazah Ratu Malang dibawa ke Gunung Kelir untuk dimakamkan. Dalam bukunya, De Graaf menyebut kalau selama beberapa hari makam itu tidak ditutup. Setiap siang dan malam sambil membawa putranya, dia meratapi tubuh perempuan yang telah terbujur kaku itu.

Kepergian sang raja menimbulkan kekacauan di keraton. Para keluarga dan pejabat kerajaan terus membujuknya agar pulang.

Namun pada suatu malam ia bermimpi bahwa Ratu Malang telah menemani suami lamanya, Ki Dalang Panjang Mas. Setelah terbangun, dilihatnya jenazah Ratu Malang sudah tidak berbentuk manusia lagi. ia pun kembali ke keraton dengan marah dan memerintahkan untuk menutup liang lahat itu.

Melansir dari Historia.id, kematian Ratu Malang menjadi pukulan yang amat berat bagi Amangkurat I. Bahkan dalam laporan pejabat Belanda, sang raja sampai tidak bisa menjalankan pemerintahannya dengan baik selama 4-5 tahun setelahnya. 

Ki Dalang Panjang Mas

Makam Ki Dalang Panjang Mas berada di dalam kompleks makam Antakapura atau makam Ratu Malang. Kompleks makam terletak di puncak sebuah bukit yaitu bukit Gunung Kelir. Pada kompleks makam terdapat 28 buah nisan, terkelompok dalam 3 lokasi, yaitu 19 nisan ada di halaman depan, 8 nisan berada di halaman inti (tengah), dan 1 nisan ada di halaman belakang. Salah satu nisan di halaman inti adalah nisan Ratu Mas Malang, permaisuri Amangkurat I. Satu nisan yang ada di halaman belakang atau halaman sisi utara adalah nisan Ki Dalang Panjang Mas. Nisan-nisan yang lainnya kemungkinan besar merupakan kuburan para pengrawit atau penabuh gamelan dan pesinden, yang semuanya anggota rombongan Ki Dalang Panjang Mas yang ikut terbunuh.

Posisi makam Ki Dalang Panjang Mas berada di sudut barat laut dari kompleks makam. Makam Ki Dalang Panjang Mas terpisah dengan kelompok makam lainnya dan berupa tumpukan batu putih yang diplester, tetapi plesterannya telah mengelupas. Makam tersebut berada di bawah pohon Bulu 

Sumur Gemuling 

Keraton Plered mengalami kehancuran pada tahun 1600 J (1677) M ketika Trunojoyo, seorang bangsawan Madura Barat menyerang Keraton Plered dan berhasil mendudukinya. Sunan Amangkurat I melarikan diri ke Imogiri kemudian ke arah barat dan wafat dalam pelarian. Pengganti Amangkurat I yang bergelar Amangkurat II menduduki kembali keraton tersebut dengan bantuan VOC. Setelah Keraton Plered ditinggalkan oleh Sunan Amangkurat II, salah satu bagian dari keraton yakni Sumur Gumuling Plered ditemukan kembali dalam keadaan rusak. Kerusakan sumur semakin parah dengan terjadinya gempa pada tahun 2006. Pada tahun 2009 Sumur Gumuling Plered direnovasi hingga keadaannya yang sekarang. Sumur dikelilingi oleh tembok dengan teralis logam dan dapat dicapai dengan undakan tangga semen.

Diameter sumur 0,8 m, tebal bibir sumur 0,11 m, dan. kedalamannya 2,7 meter. Saat ini telah dikelilingi tembok pagar dari semen yang di atasnya diberi teralis pagar dari logam. Tembok pagar dan permukaan Sumur Gumuling dicat dengan warna merah muda.

Kyai Kategan

KYAI KATEGAN = AHMAD KATEGAN = SAYYID AHMAD BIN 'ALI BIN MUHAMMAD

Salah seorang waliyullah yang hidup di zaman Sultan Agung Hanyokrokusumo yang tinggal di Pleret, Bantul adalah As-Sayyid Ahmad bin 'Ali bin Muhammad (1622-1645).

Beliau lebih terkenal dengan sebutan KYAI AHMAD KATEGAN atau KYAI KATEGAN.

Beliau seorang Penghulu Kerajaan Mataram Kerta yang berpusat di Pedukuhan Kerto, Pleret, Pleret, Bantul.

Makam Beliau ada di komplek Makam Kanggotan Kidul, sebelah barat Komplek Masjid Taqorrub Kanggotan Kidul, di nisannya terdapat tulisan huruf arab berbunyi "KIYAHI KATEGAN".

Menurut cerita masyarakat sekitar yang penulis dengar, Kyai Kategan seorang pekathik (tukang cari rumput) untuk kuda Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Beliau orang yang sakti, bahkan lebih sakti dari Rajanya, jika sholat jum'ah beliau dan Sultan Agung Hanyokrokusumo melaksanakannya di Makkah Al-Mukarromah.

Alkisah suatu pagi hari jum'ah Sultan Agung Hanyokrokusumo menghampiri Beliau untuk berangkat sholat jum'ah di Makkah, karena masih ada pekerjaan yang belum selesai Beliau mempersilahkan sang Sultan untuk berangkat lebih dulu, maka Sultan pun berangkat lebih dulu, namun alangkah terkejutnya Sang Sultan ketika tiba di Makkah ternyata Kyai Kategan telah lebih dulu sampai di Makkah.

Di komplek makam tersebut juga terdapat makam 'ulama' besar yang hidup di tahun 1800an masehi, pendiri pesantren tertua se-Yogyakarta, yaitu KH. Abdullah bin Ahmad 'Arif guru dari KH. Muhammad Munawwir Krapyak Yogyakarta.

Wa Allahu A'lam

 

Penulis:

محمد سالم نور أحمد

Dalam kutipan lain dengan penulis Yaser Muhammad Arafat – Budayawan, Dosen UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta, Penulis dan Penggiat Masjid Jenderal Sudirman yang di muat dalam situs laduni.id 

Ada beberapa keterangan yang sebagai berikut:

Naskah-naskah Jawa menyebut namanya: Amat Kategan. Jabatannya adalah penghulu Kraton pada masa Sinuwun Sultan Agung Hanyakrakusuma. Kira-kira secuil-mirip dengan menteri agama pada hari ini.

Nama sang penghulu negeri Mataram ini tercantum di dalam beberapa naskah-naskah. Mulai Serat Centhini, Kitab Primbon Betaljemur Atassadhur Adamakna, Babad Sultan Agung, dan masih banyak lagi.

Peninggalan berharga Mbah Kategan adalah kitab anggitannya; Suluk Makripatolah. Sebuah karya atau naskah yang disebut “suluk” berarti karya itu merupakan cerita nyata perihal perjalanan batin (suluk) sang penganggit. Kira-kira seperti Kitab Al-Hikam Ibnu Athaillah, yang tiada lain merupakan rekaman perjalanan batin sang guru ketiga dalam bangunan Tarekat Syadziliyah itu.

Nama Kyai Kategan juga masih hidup dalam cerita tutur masyarakat Yogyakarta. Terutama para sesepuh. Saya pernah menyowani Mbah Jamhari, seorang sepuh berusia lebih 90 tahun yang berumah di Manisrenggo, Klaten.

 

Sumber : Kyai kategan wali agung kekeratonan Mataram

Cerita Rakyat Watu Gajah

Dusun Gunungan adalah salah satu dusun di kalurahan Pleret dari 11 dusun yang ada di sekelilingnya. Berada ditimur laut dengan kalurahan pleret ini dan merupakan dusun peninggalan dari Kraton Mataram Pleret pada masa Sultan Amangkurat 1. Dusun Gunungan sendiri mempunyai latar belakang dari sejarah Amangkurat 1. 

Konon menurut cerita dari para sesepuh dusun, Dusun Gunungan ini dulunya adalah salah satu tempat pembuangan Gunungan gunungan kraton layaknya Grebekan seperti yang di lakukan kraton Yogyakarta baik itu setiap muludan atau biasa di sebut Grebek Mulud kalo atau grebek syawal kalo orang yogyakarta sering menyebut. Dimana pada acara acara seperti itu selalu dilakukan dengan arak-arakan prajurit bergodo maupun gunungan yang di panggul oleh beberapa orang prajurit serta terdiri dari berbagai macem gunungn dan berbagai jenis makanan yang kemudian di perebutkan kepada seluruh warga masyarakat atau kawulo di wilayah kekuasaannya. Dari bekas-bekas gunungan itulah kemudian di buang ke satu wilayah yang jadi tempat pembuangan bekas gunungan yang sudah tidak terpakai. Maka kemudian tempat itu dinamakan Dusun Gunungan. 

Menurut cerita warga sekitar di Dusun gunungan ini terdapat sebuah Batu dengan ukiran seperti kepala gajah dengan ukuran sebesar pelukan orang dewasa yang berada di tengah dusun tersebut yang di anggap keramat oleh warga sekitar. Konon dahulu pernah ada seorang petani yang menggunakan gerobak yang sedang mengusung hasil panenannya kebetulan menyenggol bagian kuping dan belalainya sehingga rusak. Anehnya tiba tiba saja sopir gerobak itu langsung pingsan dan meninggal ditempat itu juga. Hal inilah yang kemudian membuat masyarakat mengangaggap keramat akan adanya batu yang berbentuk kepala gajah itu. 

Sebuah peristiwa mistis terjadi, yaitu ketika masyarakat sekitar akan melakukan pelebaran jalan, kemudian mereka hendak memindahkan batu itu kesuatu tempat, tiba tiba ada salah satu warga yang kesurupan bertingkah meraung raung layaknya seekor gajah besar sedang mengamuk, maka kemudian batu itu diminta oleh sesepuh dusun untuk mengembalikan ke tempat semula. Setelah itu, warga yang kesurupan tadi bisa sadar kembali. Namun kejadian yang lebih mengherankan terjadi lagi, yaitu ketika batu yang saat mau dipindahkan itu bisa di angkat oleh 2 orang saja, namun setelah dikembalikan ketempat semula dan mau digeser mundur oleh puluhan warga, batu itu tetap tidak bisa digeser 

Oleh sebab itulah kemudian batu yang berukir kepala gajah tersebut sekarang tetap berada di tempatnya semula, di samping jalan berdampingan dengan Gardu ronda Warga dan tidak akan di pindahkan lagi serta dirawat oleh warga setempat karena dianggap keramat. 

Menurut cerita dari para sesepuh dusun,  batu ukiran gajah itu adalah gajah kraton pleret yang digunakan untuk mengangkut bekas-bekas gunungan yang akan di buang setelah selesai acara perayaan keraton. Namun pada saat membuang bekas gunungan di tempat itu, gajah tiba-tiba meninggal lalu dikuburkan di tempat itu juga. Pada akhirnya batu ukiran gajah itu adalah sebagai tetenger  kelangenan dari kraton Mataram Pleret

Bedhahing Segarayasa 

Salah satu jejak bendungan Segarayasa yang tersisa adalah tambak tugel. Diyakini masyarakat, tembak tersebut tugel (patah) atau jebol karena ulah bala prajurit Ratu Kidul. Dikisahkan Ratu Kidul marah karena pasokan air dari sungai opak berkurang. Lantas, sang Ratu memerintahkan untuk menyusuri letak dibendungnya sungai opak. Maka, ditemukanlah tambak yang membentang di kawasan yang kini dinamakan Karet dan Dahromo. Lantas, dibongkarlah tanggul itu oleh para prajurit Ratu Kidul. Dinamakanlah tempat jebolnya tambak itu dengan nama tambak tugel. Sedangkan dusun yang ada disebelahnya yakni Dahromo merupakan akronim dari bedhahing rawa atau jebolnya rawa. 

Roro Inten

Asal usul dari makam Roro Inten yang berada di Kedaton Pleret bahwa Saparinten adalah putri Pakubuwono 2. Pada saat itu Pakubuwono 2 dekat dengan penjajah Belanda. Rencananya Saparinten akan dinikahkan dengan orang Belanda. Saparinten diberi tahu orangtuanya dan menolak dan tidak mau menikah, kemudian melarikan diri sampai Manado dan tinggal disana sampai akhir hayat. Keluarga Saparinten berusaha mencari keluarga Saparinten yang berada di Manado. Setelah dilacak dan ketemu makam di manado, kemudian direncanakan dipindah makamnya ke Jakarta. Setelah tanah makam Saparinten diambil, dan dibuatkan tempat semacam peti kecil dan dibawa ke Jakarta. Kemudian terjadi kebakaran di tempat rumah penyimpanan peti tanah makam tersebut dan menyisakan peti penyimpan tanah sarinten nya saja. Kemudian keluarga mencari "orangtua" (den Pawiro), kemudian atas saran dari Den Pawiro Sarinten agar dimakamkan di Pleret. Dan Akhirnya Sarinten dimakamkan di kedaton Pleret.

Tempuran

Tempuran sungai Opak dan sungai Gajah Wong - Tempuran ini banyak sekali mengandung rahasia yang sampai saat ini masih banyak yang meyakini, terutama bagi warga masyarakat setempat. Sejak jaman kejayaan keraton Mataram Kerto yang dipimpin oleh Kanjeng Sultan Agung Hanyokrokusumo, nama tempuran sungai opak gajah wong ini sudah terkenal bahkan sampai ke luar wilayah pemerintahan keraton Mataram Kerto.

Suatu Ketika Kanjeng Sultan Agung memerintahkan seseorang untuk mencari sumber air suci untuk dibuat sebuah sumur. Titah Kanjeng Sultan Agung pun segera dilaksanakan oleh orang tersebut. Di dalam melasanakan tugas agung untuk mencari sumber air suci tersebut, orang itu ditemani oleh beberapa kerabatnya baik pria maupun wanita. Namun, tugas itu menemui banyak sekali rintangan diantaranya harus menyeberangi dua sungai yang bertemu yang bisa disebut tempuran.

Aliran sungai tempuran memang tidak terlalu deras dan juga tidak dalam. Tetapi bagi kaum Wanita memang bisa membasahi pakaian yang menutupi kali bagian bawah. Oleh karena itu maka para Wanita selalu mengangkat kainnya setinggi betis agar tidak basah dan kotor. Melihat fenomena seperti itu, banyaklah kaum pemuda yang melirik terhadap Wanita yang sedang menyeberangi sungai tersebut. Maka tidaklah heran apabila kemudian terjadi saling ejek mengejek diantara mereka. Di awali dengan saling ejek itulah maka akhirnya mereka saling mendekat dan akrab yang akhirnya tumbuhlah benih- benih cinta di antara mereka. Sampai pada akhirnya sumber air yang mereke cari sudah diketemukan di lereng gunung Permoni yang letaknya di sebelah selatan tempuran, tanpa rasa Lelah bagi mereka karena adanya benih-benih cinta terebut.

Sejak saat itulah apa bila ada pemuda maupun pemudi yang ingin segera mendapatkan jodoh, mereka berkunjung ke tempuran untuk mandi dan menyampaikan do’a agar jodohnya didekatkan. Bahkan sampai saat inipun para pemuda yang belum berumah tangga ada juga yang menjalankan ritual seperti di atas agar do;a-do’anya dikabulkan, dan segera mendapatkan jodohnya.

Itulah mitos tempuran kali opak-gajah wong yang sampai saat ini masih diyakini oleh sebagian warga masyarakat Pleret. Percaya Gak Percaya.

Toponim Nama Dusun

Penamaan nama administratif padukuhan di Pleret diwariskan secara temurun berdasarkan jejak sejarah yang pernah ada pada era Mataram Islam Kerta maupun Pleret. Diantarany

a. Keputren, berasal dari kata dasar putri. Tempat ini merujuk pada nama tempat beristirahat para putri

b. Kedhaton, merujuk pada salah satu bagian inti keraton yaitu tempat berdiamnya raja yang bertahta

c. Pungkuran, merujuk pada salah satu bagian keraton yaitu halaman belakang keraton

d. Kauman, merujuk pada salah satu komponen kerajaan, yakni keberadaan para pemuka agama yang dalam bahasa jawa disebut kaum

e. Trayeman, merujuk pada tokoh yang dimakamkan di lokasi ini yakni Kyai Trayeman

f. Tambalan, Diyakini pada era dibangunnya Segarayasa, tempat ini merupakan area ditambalnya bendungan yang jebol dibagian yang dinamakan Tambalan saat ini. Penamaan lain yang merujuk pada lokasi ini adalah Buk Semangu, artinya ragu ragu

g. Gerjen, merujuk pada salah satu bagian pendukung kraton yakni profesi gerji atau tukang jahit.

h. Bedukan, merujuk pada tokoh yang dimakankan di lokasi ini yakni Kyai Diduk

i. Kanggotan, diusut dari penamaannya banyak yang menafsirkan Kanggotan merupakan akronim dari kanggone ning wetan. Artinya, yang digunakan sebelah timur. Hal ini merujuk pada lokasi Kanggotan yang berada di dekat Keraton Kerto. Setelah itu ibukota dipindah kearah timur, yakni Pleret. Versi lain mengatakan Kanggotan merujuk pada nama dimakamkannya salah satu ulama besar Mataram Islam yakni Kyai Kategan 

Penguasaan bahasa jawa oleh warga 

Penggunaan Bahasa Jawa dalam Acara Pernikahan

Dewasa ini, penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat jarang digunakan. Hal ini dapat mengikis budaya yang ada di Indonesia. Saat ini, khususnya anak-anak muda jarang berkomunikasi dengan bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa ragam Krama, baik ketika berbicara dengan guru maupun dengan orang tua. Mereka kurang mampu merangkai kata-kata berbahasa Jawa ragam karma, belum mampu untuk memahami dan menanggapi wacana pranatacara. Hal ini yang mendasari Kalurahan Pleret untuk terus bergerak melestarikan Budaya Jawa terutama penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini contoh Pranatacara dalam acara Pernikahan :

Assalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Kawulo nuwun panjenenganipun para pepunden, poro sesepuh, poro pinisepuh ingkang satuhu sampun pono ing pamawas, lebdo ing pitutur, kiblat ing panembah ingkang pantes pinundi soho kinabekten.

Dumateng poro sarjono sujaning budi, poro pangemban pangembating projo, poro satriyaning nagari ingkang minongko dados pandam pandoming poro kawulo dasih ingkang pantes katuran sagunging pakurmatan.

Poro alim ulomo ingkang rinten dalu tansah sumanding kitab suci wahyuning ilahi, minongko panuntun kiblating panembah, ingkang satuhu luhurung budi. Poro baroyo wiro wiyoto ingkang marsudi ing reh kridaning budoyo menyang karyo.

Poro purnokaryo labet projo ingkang mahambek luhuring darmo, miwah poro kadang sutresno mudo werdo ingkang pantes sinudarsono, punopo dene poro tamu kakung miwah putri ingkang dahat kalinggo murdoning akrami.

Kanthi linambaran pepayung budi rahayu miwah ngaturaken sewu agunging aksomo mugi pinarengo kawulo hambuko wiwaraning suko, wenganing wicoro, dwaraning kondo, nun inggih mradopo wit saking keparengipun Bapak: ___ Kawulo piniji hanjejeri minongko pangendali woro, saperlu mratitisaken murih rancaking titi laksono adicoro pawiwahan prasojo ing ratri kalenggahan puniko.

Sakderengipun kawulo ngaturaken menggah reroncening toto adicoro, kinaryo hamurwani lekas wekasing karti gatining karyo, murih purwo madya wasono tansah manggih rahayu kalising rubedo nir ing sambikolo, sumonggo langkung rumiyin kawulo derekaken sami manungku pujo, ngunjukaken sembah puji syukur wonten ngarsanipun gusti ingkang murbeng dumadi, ingkang sampun kepareng paring rahmat lan nikmat gumelaring alam agesang wonten madyaning bebrayan agung, katitik rahayu sagung dumadi tansah kajiwo lan kasaliro dumateng panjenengan sedoyo dalasan kawulo, sahinggo kito saget hanglonggaraken penggalih, haminakaken wanci soho keperluan rawuh kempal manunggal wonten sasono pawiwahan mriki, saperlu hanjenengi saha paring berkah pangestu dumateng panjenenganipun Bapak: _ anggenipun netepi darmaning sepuh, hangrakit sekar cepoko mulyo hamiwoho putro mahargyo siwi tetepo winengku ing suko basuki.

Poro rawuh kakung semawono putri, wondene menggah reroncening adicoro ingkang sampun rinancang, rinacik, rinumpoko dening poro kulo wongso nun inggih: __

Minongko purwakaning adicoro tinarbuko sowanipun temanten putri mijil saking tepas wangi, manjing ing madyaning sasono rinenggo.

Tanggap risang duto pametuk dupi hamirsani atmojo temanten putri lenggah anggono raras, tumunten bidal dumateng paleremanipun puro temanten kakung, saperlu kajengkaraken tumuju dumateng sasono pawiwahan.

Saksampunipun putro temanten kakung rawuh wonten ing sasono rinenggo, tumunten kalajengaken adicoro pasrah panampi.

Paripurno adicoro pasrah panampi, kalajengaken daup panggihipun putro temanten anut satataning adat widi widono ingkang sampun sinengker, tumunten kalajengaken upocoro krobongan.

Madyaning suko ing kalenggahan meniko mboten kekilapan kadang besan sutresno, lekasing sedoyo ugi nderek mangyu bagyo keparengipun ingkang hamengku gati, milo lajeng manjing wonten pawiwahan, ginarubyuh sagunging poro kadang santono, tumunten kalajengaken upocoro sungkeman.

Ing saklajengipun panjenenganipun ingkang hamengku gati badhe marak ngabyantoro sakperlu ngaturaken pambagyo harjo katur panjenenganipun sagunging poro tamu.

Paripurno atur pambagyo harjo temanten sarimbit bade kalengseraken saking madyaning sasono wiwoho manjing sasono busono saperlu rucat busono kanarendran, santun busono kasatriyan.

Saksampunipun temanten sarimbit paripurno angagem busono kasatriyan, tumunten kasowanaken malih wangsul ngabyantoro poro tamu saperlu nyenyandang pudyastowo mrihwidadaning bebrayan. Wondene minongko pratondo paripurnaning pahargyan, menawi temanten sarimbit sampun jengkar saking sasono rinenggo tumuju wiworo pawiwahan, tondo yekti pawiwahan sampun paripurno.

Mekaten menggah reroncening toto adicoro pawiwahan prasojo ing ratri puniko. Ingkang saklajengipun keparengo poro tamu pinarak ing palenggahan kanthi mardu mardikaning penggalih miwah kulo derekaken hangrantos tumapaking adicoro, sinambi nglaras rarasing gendhing-gendhing saking paguyuban: ingkang dipun pangarsani Bapak: _

Mekaten, nuwun, nuwun, matur nuwun . . . . . . . .

demikian contoh tentang MC bahasa jawa pernikahan yang dapat dijadikan sebagai panduan atau acuan dalam membawa acara bahasa jawa dalam acara walimahan atau walimatul ursy ngunduh mantu.

sugeng sonten, wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Penggunaan Bahasa Jawa dalam Acara Tahlilan

Dewasa ini, penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat jarang digunakan. Hal ini dapat mengikis budaya yang ada di Indonesia. Saat ini, khususnya anak-anak muda jarang berkomunikasi dengan bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa ragam Krama, baik ketika berbicara dengan guru maupun dengan orang tua. Mereka kurang mampu merangkai kata-kata berbahasa Jawa ragam karma, belum mampu untuk memahami dan menanggapi wacana pranatacara. Hal ini yang mendasari Kalurahan Pleret untuk terus bergerak melestarikan Budaya Jawa terutama penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini contoh Pranatacara dalam acara Tahlilan :

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh...

Pоrо bpk lаn ѕеdеrеk ѕеdоуо ingkang kulo hоrmаtі, mіnаngkаnі аtur pamundutipun ingkang kаgungаn dаlеm kіtо kасаоѕаn unjukan soho daharan menopo kаwоntеnаnірun saking kersanipun kаturаn dahar ѕоhо ngunjuk ingkang рrауоgі.

Amrіh bаrоkаh wonten bаdаn kіtо sedoyo рrаmіlо kito lаngkung rumiyen doa sesarengan.

Wоntеn ngаrѕаnірun роrо ѕеѕерuh ріnі sepuh іngkаng pantes kіnаbеktеn.

Pоrо bрk ibu lаn poro sederek ingkang kulо hоrmаtі, nuwun mbоk bіlіh sampun ndungkap ndalu.

Prаmіlа monggo hаdісоrо pepanggihan wоntеn ing dalu рunіkа tumuntеn kаwіwіtаn.

Namung ѕаk dеrеngірun mоnggо kіtо sareng-sareng mujі ѕуukur wоntеn іng ngаrѕо dаlеm Allаh SWT, ingkаng sampun paring rahmat lаn hіdауаh dumаtеng kіtо ѕеdоуо.

Shоlаwаt ѕаrtо ѕаlаm mugі-mugi tаnѕаh kаtеtерnо dаtеng Nabi Muhаmmаd SAW іngkаng kіtо аntu-antu ѕуаfааtірun wonten іng yaumul qiamah.

Wonten mriki kuwulo minagkani pranoto hadicoro badhe maosaken reroncening hadicoro engkang kalampah sak mangke:

1. Nomer setunggal inggih puniko Pembukaan.

2. Nomer kalih inggih puniko Wosan ayat-ayat suci Al-qur’an (tahlil).

3. Soho nomer tarahir inggih puniko Penutup.


Mоnggо рераnggіhаn іng dаlu рunіkа kіtо bіkаk kathi wаоѕаn bаѕmаlаh...

Matur sembah nuwun.

Poro bрk ibu Lаn ѕеdеrеk ѕеdоуо

Acoro ingkang kaping kaleh inggeh puniko wosan Ayat-Ayat suci al-Qur’an (tahlil) dumateng panjenenganipun bapak Kardiyana. Wekdal kulo sumanggaakaen Bapak...(orang yang memimpin tahlil)

(Acara dilanjutkan dengan pembacaan tahlil)

Meniko kala wau wosan Ayat-Ayat suci Al-Qur’an mugi-mugi saget mbarokahi kagem kita sedaya. Aamin.

Acoro ingkang terakhir inggih puniko penutup, monggo acara waonten dalu puniko kita syukuri kanti waosan hamdalah ugi Alfatihah…..

Mekaten ѕаkіng kulо ambok bіlіh аnggеn kulo ndеrеk аkеn аdісоrо іng dаlu рunіkа kаthа klеntа klеntu kulо nуuwun agunging pangapunten.

demikian contoh tentang MC bahasa jawa tahlilan yang dapat dijadikan sebagai panduan atau acuan dalam membawa acara bahasa jawa.

sugeng sonten, wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Penggunaan Bahasa Jawa dalam Acara Pertemuan Warga

Dewasa ini, penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat jarang digunakan. Hal ini dapat mengikis budaya yang ada di Indonesia. Saat ini, khususnya anak-anak muda jarang berkomunikasi dengan bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa ragam Krama, baik ketika berbicara dengan guru maupun dengan orang tua. Mereka kurang mampu merangkai kata-kata berbahasa Jawa ragam karma, belum mampu untuk memahami dan menanggapi wacana pranatacara. Hal ini yang mendasari Kalurahan Pleret untuk terus bergerak melestarikan Budaya Jawa terutama penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini contoh Pranatacara dalam acara Pertemuan Warga :

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarkaatuhu,


Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Assholaatu was-salaamu’alaa asyrofil an-biyaa-i wal mursaliin. Syayyidinaa wa maulana muhammadin wa’alaa alihi wa shohbihi aj-ma’iin. Amma ba’da

Dhumateng ngarsanipun para pepundhen, para pinisepuh saha para sesepuh ingkang pantes pinundhi. Para pangemban pangembating praja satriyaning negari, nun inggih panjenenganipun Bapak Dukuh ……, Bapak Ketua RW ….. menapa dene Bapak Ketua RT…… ingkang tuhu kinabekten. Para Bapak saha Ibu minangka tokoh masyarakat ing tlatah Pedukuhan …… ingkang tansah kula hormati. Mboten kesupen dhumateng para kanca pengurus …………..(nama organisasi) ingkang tansah kaantu-antu kiprahipun ing sak lebeting gesang kemasyarakatan.


Langkung rumiyin keparenga kula ingkang piniji ndherekaken lampahing adicara pepanggihan ing titiwanci punika, nyuwun lumunturing sih samodra pangksami dene kula cumanthaka nggempil kamardikan nyigeg pangandikan panjenengan sedaya, saperlu badhe amurwakani laksitaning adicara ing titiwanci punika.


Anamung sak derengipun, murih ing samangke sageta jumbuh menapa ingkang dados wigatining pepanggiha menika, keparenga badhe kula aturaken menggah urut reroncening adicara ingkang sampun karantam, ingkang ing samangke badhe kapurwakani kanthi adicara ingkang angka sepisan nun inggih Pambuka. Kalajengaken adicara ingkang angka kalih, atur pam bagyaharja saking Ketua …….. Ndungkap adicara ingkang angka tiga, Pangandikan saking Bapak Dukuh………………..

Adicara ingkang angka sekawan, minangka wigatining pepanggihan menika nun inggih Musyawarah, ingkang samangke lampahing adicara musyawarah menika kaaturaken dhateng sedherek Ketua…………… Paripurnaning adicara musyawarah, kalajengaken adicara mirunggan ingkang badhe kaaturaken wontenipun sawetawis atur saking pengurus. Wondene adicara ingkang angka enem minangka pungkasaning adicara, nun inggih adicara Panutup.


Para bapak, para ibu saha para sedehrek sedaya ingkang tansah kinurmatan. Sumangga adicara pepanggihan ing titiwanci punika tumunten kita awiti. Minangka pambuka laksitaning adicara, sumangga kita purwakani kanthi sareng-sareng ndedonga kanthi nenuwun lan nyenyuwun dhumateng ngarsanipun Gusti Allah SWT karana maos lafal Basmalah, kula dhereaken.

Ndungkap adicara ingkang angka kalih, atur pambagyaharja saking Ketua ……………. Ingkang menika dhumateng sedherek Ketua ….kasumanggaaken.


Mekaten manggah atur pambagyaharja ingkang sampun kaaturaken denening sedherek ……………………. Kalajengaken adicara ingkang angka tiga, Pangandikan saking Bapak Dukuh …………………… Dhumateng Bapak Dukuh …………. wekdal sacekapipun kaaturaken. Sumangga.



Kaaturaken agunging panuwun dhumateng panjenenganipun Bapak Dukuh……………….. ingkang sampun kepareng paring pangandikan, ingkang sedaya pangandikan kala wau minangka pambombong lan pambimbing tumrap pengurus saha anggota ………..(nama organisasi) ing tlatah Pedukuhan ………………..

Para Bapak, para ibu saha para sedherek sedaya ingkang kinurmatan, lumebet adicara ingkang angka sekawan, minangka wigatining adicara pepanggihan ing titiwanci menika, inggih adicara Musyawarah. Wondene lampahing adicara musyawarah menika, sawetahipun kula aturaken dhateng sedherek Ketua ………..(nama organisasi). Dhumateng sedherek …….. (nama Ketua)kasumanggaaken.



Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Sampun paripurna adicara musyawarah ing titiwanci menika lan saestu sampun pinanggih rembag ingkang gumathok minangka paugeraning pakaryan utawi kegiatan ingkang badhe sareng-sareng kita lampahi ing wekdal ingkang badhe dhateng.

Para lenggah ingkang kinurmatan, ndungkap adicara ingkang angka gangsal, sawetawis atur saking pengurus ingkang badhe kaaturaken dening sedherek sekretaris. Dhumateng sedherek sekretaris, wekdal kasumanggaaken.


Mekaten sawetawis atur saking sedherek sekretaris, mugi ndadosna kawigatosan dhumateng para anggota lan minggahipun dhumateng sedaya para lenggah.

Para Bapak sumrambah para Ibu saha para sedherek sedaya ingkang kinurmatan, titi laksananing adicara pepanggihan ing wekdal punika wiwit purwa, madya dumugi wusananing pepanggihan sampun lumampah kathi wilujeng nir ing sambekala. Minangka panutuping adicara, sumangga adicara ing titiwanci menika kita pungkasi ngiras pantes minangka raos syukur dhumateng ngarsanipun Gusti Allah SWT karana maos lafal Hamdalah, kula dherekaken. ……. Alhamdulillaahirabbil’aalamiin…


Para lenggah ingkang kinurmatan, ing mbok bilih sak dangunipun kula ndherekaken lampahing adicara, inggih minangka jejering pranatacara kathah atur ingkang kirang nuju prana menapa dena tindak-tanduk kula ingkang kirang mranani, saestu kanthi andhap asoring manah kula nyuwun lumunturing sih samodra pangaksami, nyuwun aguning pangapunten.

Wusana, wassalaamu;alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu.

demikian contoh tentang MC bahasa jawa pertemuan warga yang dapat dijadikan sebagai panduan atau acuan dalam membawa acara bahasa jawa.

sugeng sonten, wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Penggunaan Bahasa Jawa dalam Acara Pengajian

Dewasa ini, penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat jarang digunakan. Hal ini dapat mengikis budaya yang ada di Indonesia. Saat ini, khususnya anak-anak muda jarang berkomunikasi dengan bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa ragam Krama, baik ketika berbicara dengan guru maupun dengan orang tua. Mereka kurang mampu merangkai kata-kata berbahasa Jawa ragam karma, belum mampu untuk memahami dan menanggapi wacana pranatacara. Hal ini yang mendasari Kalurahan Pleret untuk terus bergerak melestarikan Budaya Jawa terutama penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini contoh Pranatacara dalam acara Pengajian :

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu,

Innalhamdalillaah, nahmaduhu wanasta’inuhu wanastaghfirruhu, wana’uudzubillahi min syuruuri anfusina wa min sayyiati a’maalina, may yahdihillahu fala mudzillalah wa may yudlill fala haadiyalah, asyhadu an-laailaaha illallaah wahdahu laa syariikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu warasuuluhu. Amma ba’d.

 

Para pinisepuh saha para sesepuh ingkang satuhu kinabekten rahimakumullah;

Para pangemban pangembating praja tuwin satriyaning negari minangka pandam pandoming kawula ingkang pantes sinudarsana;

Para alim, ulama, saha para kyai ingkang lebda ing pamawas ingkang tansah tinuladha dening para ummat, langkung-langkung wabil khusus dhumateng panjenenganipun almukarrom ……………………….. (nama tokoh yang akan memberikan pengajian/tausyiyah) ingkang tansah kita antu-antu wedharing wursita aji, ingkang dipun mulyaaken Allah;

Para bapak sumrambah para ibu saha para sedherek sedaya kaum muslimin lan muslimat rakhimakumullah.

 

Langkung rumiyin sumangga kula dherekaken sami manengku puja puji, ngunjukaken raos syukur dhateng ngarsanipun Allah SWT ingkang dumugi ing titiwanci menika taksih kepareng paring nugraha kawilujengan dhumateng panjenengan sedaya dalasan kula, saha awit paringipun sak sae-saenipun ni’mat arupi iman lan Islam. Innalhamda lillaah.

Shalawat saha salam mugi tansah katetepna dhumateng junjungan kita nabi agung Muhammad SAW, para garwa saha putra, para keluarganipun saha para sahabatipun, saengga benjang ing yaumul akhir mugi-mugi kita tansah pikantuk syafaatipun.

 

Para Bapak, para ibu kaum muslimin lan muslimat rahimakumullah. Keparenga langkung rumiyin kula minangka jejering pambiwara ingkang kapiji nderekkaken titi laksananing adicara Pengaosan …………………, nyuwun lumunturing sih samodra pangaksami, denea kula cumanthaka nggempil kamardikan saha munggel pangandikan sawetawis, kinarya amurwakani adicara pengaosan ing ndalu punika. Sak lajengipun, keparenga kula badhe hangaturaken menggah urut reroncening adicara Pengaosan ………………… ing titi wanci punika ingkang sampun rinacik saha rinantam kirang langkung mekaten :

 

Hadhirin wal hadhirat, kaum muslimin lan muslimat rahimakumullah, mekaten menggah urut reroncening titi laksana adicara Pengaosan ………….. ing dalu punika. Mugi-mugi adicara ingkang sampun karantam menika sageta lumampah kanti rancag winantu barakahipun Gusti Allah SWT. Awit saking menika, sumangga kita sareng-sareng ngaturaken pandonga dhumateng ngarsanipun Gusti Allah SWT mracihnani bilih pepanggihan dalu punika tumunten kawiwitan. Kinarya murwakani adicara pengaosan menika, sumangga kita ngunjukkaen do’a kanti waosan ………………….. (basmalah atau bacaan ummul kitab atau dengan do’a lainnya).

 

Matur nuwun.

Ndungkap adicara ingkang angka kalih, nun inggih Waosan Kalamulah ingkang badhe kasarirani dening sedherek ……………………. Anamung saderengipun, kasuwun dumateng sedaya jamaah mugi kepareng hamidangetaken saha hangraosaken ing sak lebeting manah jer menika Pangandikanipun Allah SWT. Sadereng lan sasampunipun dipun aturaken agunging panuwun. Salajengipun, dhumateng sedherek …………… wekdal kasumanggaaken.

 

Paripurna waosan ayat-ayat suci ingkang sampun kaaturaken. Ing pangajab, mugi kanthi waosan kala wau manah kita langkung tinarbuka saengga saget ayom ayem tentrem dumigi sak lami-laminipun. Ugi dhumateng sedherek ingkang sampun ngaturaken waosan kala wau pikantuk ganjaran saking ngarsanipun Allah SWT. Amiin yaa rabbal ‘aalamiin.

Ndungkap adicara ingkang angka tiga, atur pambagyaharja. Dhumateng sederek / Bapak …… wekdal kasumanggaaken.

 

Mekaten menggah atur pambagyaharja sampun kaaturaken, ingkang salajengipun tumapak ing titi laksana ingkang angka sekawan, wedharing pangandikan saking panjenenganipun bapak/ibu………… (mungkin pejabat tertinggi di lingkungan sini atau tokoh yang dikehendaki panitia untuk memberikan sambutan). Anamung sakderengipun, midherek atur saking panitia, titi laksitaning adicara badhe kasigeg sawetawis kinarya paring wekdal dhateng para kanca ingkang badhe angaturaken pasugatan prasaja. Dhumateng para rawuh ingkang sampun kaladosan, mugi kepareng tumunten anyekecaaken ngunjuk sarta dhahar kanthi merdikaning penggalih. Salajengipun adicara kasumeneaken sawetawis.

Para rawuh, ing pangajab wekdal sumene menika ketingal regeng, ing ngarsa panjenengan sedaya badhe kaaturaken pasugatan saking Paguyuban Seni Rebana Kembang Setaman saking Pedukuhan Sanga, Karang. Ingkang menika, wekdal sumene kaaturaken dhumateng panjenganipun Bapak Wiji Naryana saha Bapak Sudarsa minangka pengesuhing paguyuban. Dhumateng para rawuh, sugeng midhangetaken kanthi merdikaning penggalih. Sumangga.


Jamaah pengaosan rakhimakumullah, kanthi niat nggemeni wekdal, wekdal sumene kula suwun kinarya anglajengaken adicara candhakipun.

Adicara ingkang angka sekawan wedharing pangandika saking panjenenganipun Bapak/Ibu…………… Dhumateng bapak/ibu………. wekdal sacekapipun kaaturaken. Sumangga.

 

Kaaturaken agunging panuwun dhumateng panjenenganipun bapak/ibu……ingkang sampun kepareng paring pangandika.

Hadhirin wal hadhirat, kaum muslimin lan muslimat rahimakumullah, purwa lan madyaning pepanggihan sampun kita lampahi kanthi kalis ing rubeda. Tumapaking adicara salajengipun wedharing wursita aji saha tausiyah ingkang minangka sari lan wigatosing pepanggihan menika. Ingkang menika, dhumateng almukarron bapa kyai…..kasuwun paring pengaosan saha wedharing tausiyah ing pepanggihan pengaosan …… dalu punika. Dhumateng almukarrom …….. wekdal sacekapipun kaaturaken. Sumangga.

 

Ngaturaken sanget agunging panuwun dhumateng panjenanganipun almukarrom……ingkang sampun paring piwucal luhur dhateng para jamaah ing dalu menika. Saestu sedaya pangandika saha piwucal luhur menika ndadosaken tuladha tumrap kita ingkang rawuh saha midhangetaken wedharing pengaosan.

Para bapak, para ibu sarta sedherek sedaya rakhimakumullah, purnaning wedharing pengaosan menika, mracihnani bilih titi laksitaning adicara pepanggihan ing dalu punika sampun paripurna. Anamung saderengipun pepanggihan menika kapungkasi, kula ingkang piniji ndherekaken lampahing adicara, mbok bilih pinangih atur ingkang kirang nuju prana saha tindak tanduk ingkang kirang nengsemaken, kanthi andhap asoring manah kula nyuwun gunging samodra pangaksami.

Muslimin lan muslimat, ingkang kinurmatan, minangka pratandha panutuping adicara dalu punika, sumangga sareng-sareng kita ngunjukaken raos syukur dhateng ngarsanipun Gusti Allah SWT karana maos lafal Hamdalah, kula dherekaken. Alhamdulillaahirabbil’aalamiin.

 

Wusana, ngaturaken sugeng kundur mugi tansah rahayu ingkang sami pinanggih.

Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu.

 


Penggunaan Bahasa Jawa dalam Acara Pagelaran WBTB

Dewasa ini, penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat jarang digunakan. Hal ini dapat mengikis budaya yang ada di Indonesia. Saat ini, khususnya anak-anak muda jarang berkomunikasi dengan bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa ragam Krama, baik ketika berbicara dengan guru maupun dengan orang tua. Mereka kurang mampu merangkai kata-kata berbahasa Jawa ragam karma, belum mampu untuk memahami dan menanggapi wacana pranatacara. Hal ini yang mendasari Kalurahan Pleret untuk terus bergerak melestarikan Budaya Jawa terutama penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini contoh Pranatacara dalam acara Sambutan Pagelaran :

Assalamu'alaikum.. Wr. Wb.


Alhamdulillaahi robbil ‘alamiin, wassolaatu wassalaamu’alaa asrofil anbiyaa ii wal mursaliin sayyidina muhammadin, wa’ala alihi wa’ashabihi ajma’in, robbi srohli sodri wahsirli amri wahlul ukdatammi lisaani yafkohul kauli amma ba’du. 

Hadhorotil muhtaromin poro alim 'ulma" sesepoh bini sepoh agami engkang kawulo tenggo-tenggo fatwah soho mauidhoh hasanahipon.

Bapak Kepala desa soho sak stafipon engkang insya Alloh kito taati


Bapak Shohibul hajjah engkang kawulo hormati


Segenap panitia engkang kawulo hormati


Hadirin hadirot engkang kawulo mulyakaken

Sak derengengipon kawulo mator, punopo engkang dados tugas kawulo, langkung rumiyen monggo kito sareng-sareng tansyah muji syukur ing ngarso dalem Alloh SWT, engkang sampon maringi kenikmatan dumateng kito sedoyo, arupi nikmat iman,islam soho kesehatan, sahinggo kito sedoyo saget akrawuhi acara pengaosan ( tergantung apa acaranya) ing wedal siang ( untuk siang ) dalu (untuk malam) kanti keadaan iman islam soho sehat wal afiyat. mugi-mugi kanti ucapan syukor kolo wau kito dipon tambahi nikmatipun. amin allohumma amin.


Nomer   kalih ipun Sholawat soho salam monggo sareng-sareng kito aturaken dumateng junjungan kito nabi agung muhammad SAW kanti waosan Allohumma sholli 'ala Sayyidina muhammad wa ala alihi sayyidina muhammad. engkang sampon mbeto ajaran agami islam sangking jaman jahilliyah ngantos jaman sak meniko.mugi-mugi kanti waosan solawat kolo wau, mbenjang ing yaumil qiyyamat kito angsal syafaatipun lan kito di akeni dados umatipon amin allohumma amin

Nomer tigonipun Kawulo matursembah nuwon dumateng pembagi acara engkang sampon maringi wedal dumateng kawulo ingdalem acoro ing dalu/siang meniko.


Nomer sekawanipun. tengmriki kawulo kados engkang sampon dipun aturaken pembagi acara kolo wau kulo sebagai wakil saking ketua panitia ing dalaem acoro engkang kalampah ing dalu/siang puniko. Sebagai wakil ketua panita sepindah kawulo maturnuwon engkang katah dumateng bapak,ibuk lan sederek sedoyo engkang sampon angkrawuhi acoro ing siang puniko, 

nomer kalih ipun kawulo maturnuwon sanget dumateng bapak kepala desa soho sak perangkatipun engkang sampon maringi izin sekaligus sebagai pelindung ingdalem acoro ing siang puniko. Nomer tigo nipun matur sembahnuwon kawulo aturaken dumateng poro kawulo mudo engkang sampon ngabiantu sedoyo tenogo lan pikiranipun sahinggo acoro ing siang meniku saget kalampah kanti sae ing siang puniko. 

Nomer Sekawanipun, mboten kesupen ngucapaken matur sembah nuwon dumateng masyarakat desa........ engkang sampon maringi bantuan baik niku matrial maupun spirituil sahinggo accara ing siang puniko saget meriah kados ngoten.


Kawulo soho segenap panita mboten saget motor punopo-punopo dumateng semua pihak engkang sampun maringi bantuan baik spiritual atupun matrial, kejawi jazakumulloh, khoirul jazak. mugi-mugi batuan engkang sampon dipon paringaken dipun bales deneng Alloh SWT.  Kulo lan segenap panitia nyuwon pangapunten engkang katah mbok menawi ingdalaem pelaksanaan acara ing siang puniko mboten saget sempurno kados engkang sampon dipu7n rencanake, sedoyo puniko kranten keterbatasan kulo lan rencang-rencang sebagai mangungso lumrah.


Hdirin hadirot engkang kawulo mulyak ake,


Engkang terakhir, kawulo sebagai wakil panita dan pribadi nyuwon pangapunten engkang katah mbok bilih wonten klenta klentunipun kawulo mator. akhiril kalam 


Wassalamualaikum waroh matullohi wabarakoatu.


Penggunaan Bahasa Jawa dalam Acara Pelatihan

Dewasa ini, penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat jarang digunakan. Hal ini dapat mengikis budaya yang ada di Indonesia. Saat ini, khususnya anak-anak muda jarang berkomunikasi dengan bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa ragam Krama, baik ketika berbicara dengan guru maupun dengan orang tua. Mereka kurang mampu merangkai kata-kata berbahasa Jawa ragam karma, belum mampu untuk memahami dan menanggapi wacana pranatacara. Hal ini yang mendasari Kalurahan Pleret untuk terus bergerak melestarikan Budaya Jawa terutama penggunaan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini contoh Pranatacara dalam acara Pelatihan :

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dumatheng para rawuh ingkang bagya mulya,

Wonten kasempatan menika kawula badhe sekedhik caos wedaan babagan kasarasan. Kasarasan nggih menika kawontenan sejahtera saking tiyang saupakara jasmani kresaa rohani.

Kasarasan ugi ngrupikaken anugrah saking Allah SWT kersanipun kita sedaya saged nglampahi kegiatan. Kita sedaya ugi kedah saged ngreksa kasarasan salira kita piyambak-piyambak sadereng telat, amargi wonten pepatah ingkang ngendikakaken menawi “mencegah langkung sae tinimbang ngobati”.

Menawi kasarasan kita sedaya tetep kereksa, mila kita sedaya saged numindakaken aktivitas sadinten-dinten kanthi lancar amargi teng lebet salira ingkang waluya wonten jiwa ingkang kiyat ugi.

Dadosipun kita sedaya saged njejer prestasi langkung kathah malih kagem masa ngajeng bangsa kita sedaya amargi Bangsa ingkang kiyat yaiku Bangsa ingkang sehat. Menawi rakyat sehat mila setunggal bangsa badhe dados sehat ugi kiyat, mekatena sawalikipun, rakyat ingkang kathah sesakitan mila bangsa badhe dados lemah.

Sagung para rawuh ingkang kinurmatan,

Menggah ing mapinten-pinten perkawis ingkang kedah dipuntumindakaken kagem njaga kasarasan, salah satunggalipun nggih menika olahraga. Olahraga ngrupikaken perkawis paling gampil kagem dipuntumindakaken kersanipun salira tetap sehat. Tuladhanipun kados senam utawi nitih sepeda. Olahraga nggina ngirangi risiko kenging sesakit jantung, stroke, ugi diabetes.

Kajawi olahraga, kita sedaya ugi kedah ngasringaken pola dhahar sehat, nggih menika kaliyan upakara dhahar dhaharan ingkang bergizi seimbang, ngandung serat, ugi zat-zat ingkang dibetahaken dening badhan.

Kados ta karbohidrat, vitamin, protein, mineral, ugi sekedhik lemak mboten jenuh, utawi langkung saenipun kawastanan kaliyan 4 sehat 5 sempurna. Kaliyan ngasringaken pola dhahar sehat badan badhe waras, nyegah keleman, ugi tebih saking penyakit.

Ingkang kaping tiga nggih menika ngaso, kathah saking kita ingkang langkung migatosaken panyambut damelanipun saking wonten ngasonipun. Dadosipun salira kraos lemes ugi kesel. Mila saking punika saribet punapaa padamelan kita sedaya, sepetaken kagem kendel.

Dados pelajar, kita sedaya saged ngugenanipun kaliyan perkawis-perkawis kaliyan mbentuk pola sugeng ingkang disiplin, kados ta kaliyan ngreksa pola sare ingkang cekap udakawis 6 dumugi 8 jam, siram ugi sarapan ingkang mboten lumangkung sadereng sekolah kersanipun mboten kraos ngantuk wonten kelas, ugi kala ngaso utawi istirahat jajan dhaharan ingkang resik ugi sehat. Anjuran menika ugi saged ditrapaken dening sedaya tiyang.

Para rawuh ingkan sinuba ing pakurmatan,

menggah saking mapinten-pinten perkawis ingkang kedah dipuntebihi kersanipun badan sehat, nggih menika nebihi ses/ rokok ugi unjukan keras (alkohol). Satiyang ingkang ngeses (merokok) saged kenging sakit paru-paru, jantung, kanker, ugi tunggalipun. Sawentara punika, priyantun ingkang ngunjuk unjukan keras utawi alkohol badhe wuru, keresahinipun sistem saraf, sistem kekebalan badan, malah saget ugi kenging sakit jantung. Satiyang ingkang sampun nyobi kagem ngeses ugi unjuk unjukan keras badhe rumaos ketagihan. Menawi ngrumantosi ketagihan, priyantun kesebat badhe bergantung kaliyan ses kresaa unjukan keras kala masa sugengipun.

Mekaten ugi kaliyan Narkoba kaliyan dampak negative majeng kasarasan ingkang umum. Mila, ampun pisan-pisan kita sedaya nyobi perkawis kesebat amargi sampun kathah korban – korban ingkang kemriksa dening kita sedaya akibat pangginan barang haram kesebat.

Mekatena pidato ingkang saged kawula aturaken, mugi-mugi saged nggina kagem kita sedaya ugi mugi-mugi Allah SWT tansah ngreksa kasarasan kita sedaya. Nyuwun pangapunten menawi wonten klintu tembung, amargi kawula namunga manungsa ingkang mboten luput saking kalepatan. Inggil mirenganipun kawula aturaken sembah nuwun.

Wa bilahit taufiq wal hidayah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Kelompok Mocopatan  

Kelompok Macapatan Sekar Laras Kanoman

Organisasi/Paguyuban seni Mocopat "Sekar Laras" berkedudukan di Dusun Kanoman, Pedukuhan Pungkuran, Kalurahan Pleret, Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kelompok Macapat yang diketuai oleh Bapak Sarwidi didirikan pada tanggal 11 Juli 2015. Terdapat 12 orang anggota dalam kelompok tersebut. Adapun kegiatan yang sudah dilakukan adalah Pentas Hari Jadi Kabupaten Bantul dan Gelar Budaya Warisan Budaya Mataram Pleret.  


https://www.youtube.com/watch?v=xVB7Mso3bJA


Kelompok Macapatan Wiromo Manunggal Tambalan

Kelompok Macapatan "Wiromo Manunggal" yang berada di wilayah Dusun Tambalan, Padukuhan Trayeman, Kalurahan Pleret, Kapanewon Pleret merupakan komunitas pelestari budaya jawa khususnya pada tembang macapat. Kelompok Macapat yang diketahui Bpk. Suhadi didirikan pada tanggal 1 Oktober 2018. Kelompok yang beranggotakan 19 orang ini bertujuan untuk menghimpun potensi yang ada, bersama-sama mengupayakan penguatan nilai-nilai budaya khususnya budaya tradisonal yang bermanfaat untuk masyarakat. 

Periode masa bakti kepengurusan Kelompok Macapat "Wiromo Manunggal" adalah 5 tahun. Rapat dilaksanakan setiap 1 bulan sekali dengan tujuan untuk menetapkan langkah-langkah yang dilakukan oleh pengurus dan anggota guna memajukan Kelompok Macapat "Wiromo Manunggal". 

Sholawat Jawa Ngesti Purnomo 

Sholawat Jawa Ngesti Purnomo Berdri pada tanggal 1 Januari 1985 dibawah asuhan Simbah Kyai Sholeh dari Jejeran. Pada awal berdirinya Ketua Bapak Juari Warto Sudarmo dengan anggota 15 ORANG. 

Saat ini anggotanya sudah berubah menjadi 25 orang dengan mengalami regenerasi anggota dan kepengurusan. Latihan setiap minggu sekali dan setiap bulan sekali dipentaskan dipendopo Purwatmajan karet pleret.

Sholawat Montro Bedukan 

Sholawat montro " Mudo Karyo ", pimpinan Bp. Yatino berdiri pada Tahun 1986, Group ini beralamatkan di dusun Bedukan Pleret. Adapun Jadwal latihannya adalah setiap Selasa Legi dan beranggotakan 20 orang. 

 

Kesenian Sholawat Montro Kauman 

Seni Montro Sukalestari berasal dari Dusun Kauman, Pleret, Bantul. Kesenian Montro ini mulanya berfungsi sebagai sarana dakwah, dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dan hari-hari besar Islam lainnya. Diawali pada 11 April 1939 di Kauman Pleret, Bantul, semenjak hadir Kanjeng Pangeran Yudanegara menantu HB VII untuk memberikan sentuhan-sentuhan pada lagu dan singir slawatan montro. Pada lagu iringan tampak pengaruh dari wayang orang kraton Yogyakarta dengan maca kanda. Semenjak itulah kemudian seni Montro banyak diminati dan dilakukan oleh masyarakat Kauman, Pleret Bantul.

Kata montro dalam bahasa Jawa berarti nama bunga mentimun, juga bisa berarti nama gending montro. Perbedaan antara shalawatan Maulud dan shalawatan montro adalah pada gerakan tarinya. Shalawatan Maulid hanya duduk bersila, sedangkan shalawatan montro ada gerakan tarinya. Perlengkapan instrumen pengiringnya antara lain: 4 buah rebana, 1 kendang batangan, 1 kendang ketipung, kempul, gong, dan 6 orang pelantun lagu dan seorang maca kandha. Dan kelompok penari yang juga ikut melantunkan syair lagu.

Pada pementasannya, semua duduk bersila dan hening sesuai dengan isi lantunan lagu syairnya. Kelompok penarinya pun duduk, jika ada gerak hanya sebagian badannya dan leher yang lembut, sesekali tangannya bergerak lembut di seputaran tubuhnya..


https://www.youtube.com/watch?v=ofaYDrl5XS4